Permasalahan
yang Terjadi di Generasi Muda
Banyak kegiatan di Indonesia yang
terhambat atau malah harus terhenti karena adanya krisis ekonomi yang terjadi.
Namun kalau kita ingat, ada satu 'kegiatan' yang tidak terhambat krisis, yaitu
perkelahian atau tawuran pelajar.
Dulu, tawuran pelajar atau mahasiswa
hanya terjadi sesekali. Itu pun sudah menjadi berita yang menghebohkan. Namun
kini, kabar mengenai tawuran pelajar hampir setiap hari kita dengar. Pada
jam-jam pulang sekolah tawuran biasa terjadi dengan mengambil tempat di jalan
raya. Tak jarang tawuran dimulai dengan teriakan dari dalam kendaraan umum bus
atau Metro Mini yang kemudian berlanjut dengan pengejaran dan pelemparan
benda-benda keras.
Bukan hanya peristiwa tawurannya
saja yang menyedihkan, tetapi seringkali tawuran itu membawa korban nyawa.
Kalau 'hanya' korban cedera saja, kita mungkin masih bisa 'bersyukur',
sekalipun itu bukan indikasi yang baik. Tetapi, jika ada nyawa yang harus
terenggut karena perkelahian yang tak jelas ujung pangkalnya itu.
Kecenderungan
Tawuran pelajar yang terjadi
sekarang, tampaknya sudah menjadi trend atau kecenderungan di kalangan pelajar.
Sering para pelajar ini umumnya pelajar
SMU dan SMP memang sudah menyiapkan segala sesuatu untuk acara tawuran itu.
Buktinya, ketika aparat kepolisian berhasil menangkap beberapa pelajar yang
terlibat tawuran, di tas mereka ditemukan berbagai senjata. Mulai dari batu,
cutter, gunting, golok, hingga samurai.
Bukankah seharusnya isi tas mereka
itu buku dan alat tulis, bukan senjata tajam. Mereka berangkat ke sekolah atau
pulang dari sekolah dengan mengenakan seragam sekolah dan menenteng tas.
Tudingan pertama kali kerap
dituduhkan kepada sekolah, baik guru maupun metode pendidikan yang diajarkan.
Tetapi, kita seharusnya lebih berlapang dada menerima kenyataan bahwa guru-guru
di Indonesia, kesulitan untuk berkonsentrasi penuh dalam memberikan pelajaran
kepada para muridnya karena harus memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Bagi para guru itu, penghasilan dari
mengajar di satu sekolah tidaklah memadai untuk membiayai hidup sehari-hari.
Mereka harus mengajar di banyak sekolah atau memberikan berbagai jenis les bagi
muridnya di luar jam sekolah, demi memperoleh penghasilan tambahan. Kemudian
kita menoleh kepada sistem pendidikan di Indonesia, kita akan segera menyadari
bahwa ada yang salah dengan sistem pendidikan kita. Pendidikan budi pekerti,
yang seharusnya menjadi salah satu faktor penting guna membentuk generasi muda
harapan bangsa, justru dikesampingkan. Pendidikan agama pun hanya sepersekian
dibandingkan dengan materi pelajaran lain yang diterima pelajar. Hasilnya,
sekalipun anak-anak Indonesia boleh dibilang pintar karena materi pelajaran
yang diberikan padat dan berjejal, tetapi di sisi lain kenakalan dan kebrutalan
sikap pelajar pun dominan.
Pada bagian lain, kemajuan teknologi
yang begitu pesat telah menambah pengetahuan dan wawasan orang Indonesia mulai
dari anak-anak, remaja, hingga orang tua di berbagai bidang. Perkembangan
teknologi telekomunikasi dan informasi telah mempersempit dunia. Dalam waktu
sekejap, kita bisa mengetahui perkembangan yang terjadi di negara lain melalui
internet. Dengan cepat pula, kita bisa mengadaptasi semua itu.
Informasi di layar televisi kita
juga luar biasa. Bukan hanya informasi yang penting dan bermanfaat, banyak juga
informasi yang justru merusak. Misalnya kekerasan yang ditampilkan di film-film
action dan film-film kartun asing. Belum lagi, penayangan acara-acara untuk
orang dewasa yang disiarkan pada jam nak masih menonton televisi sehingga
anak-anak pun jadi terkontaminasi pikirannya. Pada saat yang sama, orang tua di
rumah terlalu sibuk untuk menemani sang anak dalam menyaksikan
tayangan-tayangan itu.
0 comments:
Post a Comment